Tuesday, May 25, 2010

kitchen pieces


 

Aroma yang menebar dari sana lebih sering berasal dari masa kecil seorang teman yang bersantan, bercitarasa keras, dan lezat.
Kepulan asapnya bercerita tentang hutan-hutan di pinggir sungai,yang dengan dingin mempersilakan anak-anak kecil menjadi penemu mutakhir di dunianya : siapa yang mengetahui rahasia biji buah manggis bisa diterka jumlahnya sebelum dikupas, selain mereka?
Siapa yang tahu rahasia seorang gadis manis yang mereka khayalkan bersama-sama dalam mimpi basah pertama, selain mereka sendiri?
Kepulan asapnya juga bercerita tentang memar dan luka yang membekas kayu dan parang kampung tetangga, juga tentang hilangnya keperjakaan di ulangtahun ke tujuhbelas di tengah hutan.
Tahukah kamu aku memiliki dapur yang cantik?
Di hari-hari yang begitu singkat dapurku beraroma lain.

Setiap irisan bawang merah dan lumatan terasi di atas cobek bercerita tentang gerimis di pagi hari yang berwarna hijau pucat, jatuh dengan sangat ragu ke jalanan beraspal kasar.


Begitu ragunya dia hingga terdengar isakannya memenuhi udara.
Isakan yang sepi, tersekat dan tidak berkawan : cium aku.
Dinding dapurku tidak berwarna.

Tawa seorang kawan lain yang mewarnainya.
Gelas-gelasnya pun tidak berwarna.
Tapi saat jari-jari kecil kawanku ini menggenggam tangkainya, meninggalkan bercak berwarna krayon.
 
Dan saat bibirnya menghirup air putih, membekaskan warna pastel di permukaannya.

Terkadang tidak ada apa-apa di lemari penyimpan makanan. Agar tidak kosong, kuisi dengan sup bulan.

Lalu kawan yang satu itu menambahkan dengan sambal goreng bintang. Sedangkan kawan yang lain menyumbang matahari sebagai lalapan.

Adakalanya aku tidak berkunjung ke dapurku selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan : karena kedua kawanku itu terlalu sibuk melakukan banyak hal di sana, sehingga dapurku menjadi sempit dan membuatku gugup.

Rasa gugup yang dikarenakan bercampur aduknya aroma yang kita bawa dari masa lalu masing-masing.

Dan saat aku kembali, ada banyak aroma baru yang kucium di sana.

Aroma kota yang pengap. Sampah yang membusuk di kali yang mampet. Juga knalpot bangsat.

Maka aku segera mengajak kedua kawanku itu mendekat ke arahku, dan kita berkompromi di sana.

Membicarakan Telaga Ciburuy yang ikannya sedikit dan sulit dipancing, sehingga hati kita tersayat melihat jernih airnya...
Akhirnya, kawan…
Lemari-lemari tak berpintu di dapurku sengaja kubiarkan menganga agar aku tidak terlupa pada kegugupanku, tapi malah terbiasa.
 
Menggabungkan semua benda-benda soliterku dengan benda-benda soliter dua kawan yang hidup dan berbagi dapur yang sama degan dapur cantikku.







Ditulis 15 November 2005


________________________________________
foto oleh Otty, Hafiz, Bodas, Eta