Tak akan ada lagi ritual itu
setelah yang ke tujuh
Aku mengenangmu
lewat lore,
sembang,
congklak,
tak satupun dari permainan itu kau tahu
Pagi panekuk,
siang bubur delima,
dan sore limping
Kue limping yang kau hutangkan padaku,
karena uang seremis dari ibu telah kubelikan gula tare
Maria, sungguh aku menyesal
Karenanya, hantu-hantu memukulimu
Sejak saat itu,
orang-orang kampung tak lagi mau membeli kue dari Mak Pasah
Seperti juga aku,
tak akan lagi kulakukan ritual itu,
sejak kulihat tetes darah di mangkuk bubur delima
pada pembotakan terakhirku ...
Sketsa terinspirasi dari cerpen
Pada Pembotakan Terakhir
karya AA Navis
Pada Pembotakan Terakhir
karya AA Navis
saya sangat terkejut sekali ada seseorang membuat puisi dengan iringan lukisan tangan yang memiliki makna tersembunyi. bagi saya ini sangat menarik, indah, dan horor :)
ReplyDeletesalam sastra
terimakasih atas apresiasinya, teman anonymous.
Delete